Awan hitam disusul gerimis membuka pagi yang kelabu, seakan dunia
tau jika hari itu aku sedang bersedih. Hari yang kulewati seakan berjalan
begitu lambat, apalagi suasana di kelas serasa bagai penjara tanpa ventilasi,
sesak ketika berjam-jam aku duduk dikelas mendengarkan pembelajaran dari bapak
dan ibu guru, seharusnya aku tidak bertindak seperti itu namun apalah daya aku
memang tak bisa menyembunyikan perasaan sedih, hancur dan kecawa, sebab orang
yang selama ini aku cintai meski hanya sebatas mimpi, dia benar-benar telah
memilih wanita lain untuk menemani hari-harinya. Lama aku terpuruk dalam
perasaan sedih hingga mengakibatkan nilaiku turun, gila memang tapi aku
benar-benar kehilangan akal sehatku, namun hal itu tidak berlangsung lama, itu
berkat sahabat-sahabatku yang selama ini membujukku untuk bangkit dari
keterpurukan dan mulai memperbaiki cita-cita yang sedikit terbengkalai.
“sudahlah fel dia memang bukan yang terbaik untuk kamu, ayolah kita
masih punya beribu-ribu rangkaian masa depan yang menanti kita, kamu msih punya
kita, punya orang tua yang ingin melihat kamu sukses, jangan kau hancurkan masa
depanmu hanya gara-gara cowo !!!” itulah
kata-kata yang membangkitkan aku dari keterpurukanku selama sebulan terakhir
ini.
“Astaghfirullahal’adzim, ternyata aku ini bodoh banget ya”
(nangis
dan berpelukan dengan sahabat-sahabatku), “ma’afkan aku ya kawan aku memang
salah “
“sudahlah kamu tak usah meminta ma’af fel kita selalu ada buat kamu
kok”
begitulah sahabat merekalah yang selalu ada di
setiap aku sedih maupun duka.
Entah bagaimana sikapku kepada firki, tapi aku tau tingkahku
sungguh berbeda tak seperti biasanya, aku tak pernah berbicara padanya, dan aku
selalu menghindar ketika dia mendekat. Aku memang tak pernah mengungkapkan perasaanku kepadanya tetapi sebagai manusia
yang normal seharusnya dia tau bagaimana tatapan mataku padanya dan canda
tawaku ketika bersamanya, sebelumnya aku memang dekat sama firki sebelum dia
jadian dengan yana, gadis manis yang aku tak tau dia sekolah dimana dan kelas
berapa. Semua perasaan ini tak seutuhnya salahku memang aku yang memulai sms
padanya, tapi sms ku wajar sebagai teman, akan tetapi firki merespon sms ku
dengan nada-nada yang menggombal, dia emang rupawan, siapa cewe yang tak naksir
dia, aku rasa hampir 95% siswi di sekolahku naksir sama dia, semakin hari smsnya
firki semakin gak karuan, aku hanyalah cewe biasa yang pastinya akan merespon
gombalan-gombalan yang firki berikan. Aku tak pernah berharap untuk jadi
kekasihnya, tapi aku juga engga terima ketika dia punya pacar. Begitulah aku,
mungkin aku yang salah menganggap firki menyukaiku.
Firki makin heran dengan kelakuanku ketika aku ditunjuk oleh guru
untuk satu kelompok dengannya, namun aku menolaknya dan memilih untuk bergabung
dengan kelompok lain. Hingga pada suatu hari ketika bel pulang berbunyi,
tiba-tiba firki mengikuti ku dari belakang dan memegang tanganku untuk
berbicara dengannya di taman sekolah, aku kaget setengah mati dan tak bisa
menolak ajakan firki karena dia terus menggadeng tanganku dan menuntunku untuk
ketaman sekolah.
Setelah
tiba di taman sekolah aku sangat marah sama firki.
“awas lepasin tangan aku !!!”
aku
tetap menunduk tanpa memandang firki sedikitpun, dia masih terdiam duduk disebelahku.
“kamu apa-apaan si fir, kenapa ngajak aku kesini, maksa lagi “
aku
berbicara dengan nada tinggi, meski sebenarnya jantungku berdebar hebat, karena
memang tak aku pungkiri aku masih sayang banget sama firki.
“kamu tuh yang apa-apaan, kamu tau gak sih fel, kamu tuh udah bikin
aku bingung, sebenarnya salahku itu apa ?”
dia
terus menatapku dengan penuh tanya,
”maksud pertanyaanmu itu apa si fir ?”
dengan
nada yang sedikit bergetar, lama
kita saling diam dan akhirnya firki memulai pembicaraan lagi.
“kamu jangan pura-pura gak tau gitu fel, kamu itu sahabat aku,
kalau aka emang punya salah sama
kamu tolong ngomong, jangan malah diemin aku kaya gini, kita itu berteman
sudah hampir dua tahun lohh,”
firki
hanya menganggapku sebagai sahabat, aku tak bisa berkata apa-apa aku terus diam mendengarkan firki
berbicara.
“ ayo lah rafel ngomong, kenapa kamu malah diam aja, apa kamu udah
nggak mau berteman lagi sama aku, kalau iya jangan kaya gini dong caranya, “
firki
terus mendesakku untuk berbicara, cowo emang gak peka, dia gak tau apa kalau
aku hampir mati berdiri dan ingin sekali menangis. Dan aku tidak bisa berkata
apa-apa, hanya air mata yang bisa keluar, tapi dengan sekuat tenaga aku
memberanikan diri untuk berbicara, dan mengusap air mataku yang belum terlihat
oleh firki.
“iya aku emang gak mau berteman lagi sama kamu, aku benci
sama kamu firki!”,
dan
akhirnya air mata ku keluar begitu
deras, hingga firkipun melihatnya,
“engga aku tau siapa kamu, kamu bukan tipe orang pembenci “,
”tapi aku emang benci sama kamu firki !!!”
hatiku
hancur banget harus ngomong kaya gitu sama orang yang aku sayang.
”tapi kenapa fel, apa alasannya kamu benci sama aku, dan kenapa
kamu menangis “, dia terus menatap ke arahku. aku
tak bisa menjawab apa-apa.
”ok fine! Kalau kamu emang nggak mau jujur sama aku fel, aku akan
tanya satu hal lagi sama kamu, dan aku harap kamu menjawab dengan jujur. Apa
benar yang dikatakan sama febri kalau kamu suka sama aku dan kamu menjauh dari
aku setelah kamu tau kalau aku jadian sama yana ?”
ohh
tuhan kenapa febri bodoh banget ngomong kaya gitu sama firki, aku
benar-benar tak bisa menjawab,
“enggak itu gak bener “
dengan nada tegas aku menjawab.
”fel tolong jujur sama aku fel aku mohon, kalau emang itu nggak
benar tolong tatap mata aku”
aku tak bisa menolak, air mata kembali membanjiri pipi, lama aku
dan firki saling menatap,
“sudah fel jangan menangis”,
firki mengusap air mataku, dan dia terus berbicara,
“ udah, kalo emang kamu nggak bisa jawab jangan dijawab, aku sudah
tau sekarang, tapi sejak kapan fel ?”
firki terus bertanya dengan penuh haru, rasanya aku sudah ingin
sekali menampar pipinya, tapi lagi-lagi rasa cinta ku tak
mampu untuk mengarahkan tanganku ke pipinya,
“sejak seumur hidupku”.
firki tersentak mendengar jawabanku, dia
tertunduk lemas dan merasa sangat bersalah,
“kamu enggak perlu merasa bersalah dan merasa telah menyakitiku,
aku tau dan aku menyadari kalo aku
em...”
ssstt
tiba-tiba jari firki menghentikan aku yang sedang berbicara, dan kemudian memelukku, aku
tak kuasa untuk melepas pelukannya dan kini aku benar-benar menangis dipelukan
firki.
“menangislah fel, aku
tau ini pasti sangat menyakitkan, aku tau aku telah menoreh luka yang begitu
dalam, dan kamu boleh untuk membenciku, karena tak ada alasan orang seperti aku
untuk dicintai orang sebaik kamu”,
tangisku
semakin menjadi,
“tapi aku nggak bisa fir,
aku sudah mencoba tapi aku benar-benar nggak bisa”, firkipun terlihat begitu menyesali
perbuatannya,
“terus
aku harus gimana fel, apa aku harus memutuskan yana?”
aku terkejut dengan ucapan
firki, maksud dia apa, aku melepaskan pelukan firki ,
“enggak, kamu nggak boleh ngelakuin itu, kamu bukan hanya akan
menyakiti aku,tapi kamu juga akan menyakiti yana, sebelumnya aku emang nggak
terima dengan semua itu, tapi aku juga
gak bisa egois, kamu udah punya yana, jangan hiraukan aku, aku nggak papa kok
fir,“
sekuat
tenaga aku berkata seperti itu, meski itu sangat bertolak belakang dengan perasaanku.
“apa kamu yakin fel ? terus aku harus kaya gimana sama kamu ?”,
terlihat
sekali firki sangat bingung dengan posisinya,
“sudahlah, jangan
menghiraukan aku, mencintai itu tidak harus memiliki, aku akan bahagia jika
kamu bahagia bersama Yana, aku Cuma minta satu fir “,
aku
mencoba untuk berkata sesuai isi hati aku yang lain,
“ apa itu fel ?“,
firki bertanya dengan nada yang lemah,
”aku mohon sama kamu, jangan pernah lupakan aku, jangan pernah berhenti
menyapaku dan tesenyum
kepadaku, because i
like your smile my prince, tetaplah berikan senyummu meski kamu sudah bersama dia”
firki tersenyum kepadakudan dia
berjanji akan terus tersenyum padaku. Ternyata
jujur itu akan membuat hidup lebih nyaman.
Sejak kejadian itu kita berdua kembali bersahabat seperti sebelumnya,
dan firki menepati janjinya, dia tak pernah lupa untuk tersenyum ketika bertemu
denganku. Dan perasaanku tak akan pernah
berubah, aku akan selalu mencintai firki kemarin, sekarang, besok, lusa, bahkan beberapa ribu tahun lagi.
I have loved you for a thousand
years
..........................................................................the
end...........................................................................
0 Response to "I have loved you for a thousand years"
Post a Comment