Maria
terlahir dari keluarga berada.Ia merupakan generasi pertama dan terakhir dari
ayah dan ibunya. Ketidakmauannya untuk bergaul dengan teman-teman sebayanya
untuk sekedar jalan-jalan dan memanfaatkan waktu luang, membuatnya harus
menghabiskan waktunya dirumah, entah kesibukan apa yang ia lakukan dengan
sendirinya.
Ia
anak pendiam, bukan hanya saat berkumpul dengan teman-temannya, tetapi juga
dirumah. Pada suatu kesempatan, ayah Maria menanyakan suatu hal pada Maria,
“Maria,
ayah ingin bertanya satu hal padamu, jawab dengan jujur, dengan kata hatimu”.
“Apa
itu Yah?”, dengan wajah keheranan ia menatap Ayahnya yang tiba-tiba duduk
disampingnya saat Maria membaca sebuah novel.
“Ayah
tahu, kini kamu sudah remaja, sudah mulai ada kebebasan dalam segala hal, Ayah
tahu itu. Tapi Ayah hanya ingin mengingatkan satu hal padamu. Ayah hanya ingin
kamu focus atas apa yang menjadi tugasmu sekarang. Kamu seorang pelajar, belum
saatnya kamu terlalu mengexplore perasaanmu pada lawan jenismu.” Jawab Ayah
dengan memberikan senyum tulusnya.
“Baik
Yah, aku tahu itu” Jawab Maria yang sejak tadi memperhatikan kata-kata ayahnya.
“Bukannya
Ayah sedang melarangmu untuk bergaul dengan lawan jenismu, tapi ayah hanya
mengingatkanmu untuk sekedar memberi batasan dalam pergaulanmu, tapi bukan juga
untuk melarangmu bergaul dengan lawan jenismu”.Lanjut Ayah.
“Aku
mengerti Yah, akan ku lakukan itu, aku akan tetap menjadi alasan kebahagiaan
Ayah dan Ibu”. Jawab Maria menenangkan Ayahnya.
“Bagus
kalau begitu, Ayah akan mengawasimu dari berbagai sisi. Tapi itu bukan menjadi bukti
bahwa Ayah mengekangmu. Ayah tinggal dulu ya”.
“Iya
Yah”.
Maria
melanjutkan keterampilannya mengikuti setiap baris di setiap lembar halaman
novelnya.Selang beberapa waktu Ibu pun menghampirinya.
Ibu
sudah mendengar apa yang tadi Ayah bicarakan. Ibu sangat mendukung petuah Ayah,
kasihan Ayah yang setiap waktunya selalu berharap yang terbaik untukmu. Kamulah
satu-satunya harapan kami Ri, hanya kamu. Ayah selalu berjuang keras untuk
memenuhi apa yang kita butuhkan, meski itu hanya sekedar cukup. Jadi Ibu harap
kamu tidak mengecewakan harapan Ayah tadi padamu.” Kata Ibu menasehati.
Maria
mengangguk tanda mengerti “Iya Bu, aku sadar akan hal itu, ingatkan aku Bu,
bila suatu saat nanti aku menyimpang atas apa yang telah Ayah dan Ibu
nasehatkan”.
“Ibu
dan Ayah akan selalu mengawasi di setiap perkembanganmu, bukan hanya untuk
memastikan kamu tetap baik, tapi juga supaya kamu mendapatkan yang terbaik
dalam segala hal”.
“terima
kasih atas segala kesetiaan Ayah dan Ibu dalam setiap buaian kasih sayang
kalian, yang selalu membuatku mengerti setiap keadaan”. Kata Maria
mengungkapkan perasaannya.
“Memang
begitulah tugas orang tua, tapi masih banyak hal lain yang tersirat atas apa
yang di lakukan orang tua untuk anak-anaknya”.
Ibu pun
beranjak meninggalkan Maria yang selalu asyik dengan kesendiriannya.
Maria pun beranjak ke kamarnya.
Menyadari apa yang telah diucapkan oleh Ayah dan Ibunya. “Ayah dan Ibu memang
benar, belum tepat waktunya ,
untuk
mengedepankan perasaan yang mungkin nantinya akan membuatku terjatuh. Tidak
akan ada yang lebih sakit ketika aku sakit kecuali Ayah dan Ibuku yang
membimbingku bukan hanya untuk sekedar menjalani hidup dengan segala yang ada,
tetapi juga untuk belajar menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri dan
orang lain”. Katanya dalam hati.
Hari pun berganti dengan cepatnya,
hari aktif sekolah pun telah tiba.Saat Maria di sekolah serta-merta dia bertemu
dengan temannya yang memang benar-benar telah mengerti dunia
percintaan.Hidupnya penuh dengan kisah-kasih dengan pacarnya.
“Maria,
belum juga kamu pacaran?, mau sampai kapan?, nunggu apaan?” sapa Ina di pagi
yang begitu cerah.
“kamu
ini kenapa, pagi-pagi sudah tanya hal-hal konyol. Apa tidak ada pembahasan yang
lain Na.Aku rasa untuk saat ini aku belum membutuhkan hal-hal seperti itu, aku
ingin focus dulu sama sekolahku, tapi itu bukan berarti aku mengabaikan
laki-laki, bukan?.Aku ingin menjaga hatiku dari rasa yang mungkin akan
membuatku terlena akan ilusi”.Lekas Maria menuju ke tempat duduknya.Ia berpikir
sejenak.
“Aku memang berteman
dengan Ina, tapi meskipun aku dan dia sering bersama itu bukan berarti harus
sama. Aku ingin berbeda dari mereka, berbeda menyikapi setiap keadaan dengan
sebagaimana mestinya”.Katanya dalam hati
Hari
demi hari pun berlalu, ada kalanya Maria juga memiliki perasaan yang hampir
sama dengan teman sebayanya. Suatu ketika ia bertemu teman masa kecilnya, Rano.
Di kantin sekolah ia ngobrol dengan Rano, untuk sekedar bernostalgia.
“Maria,
aku ingin mengungkapkan suatu hal padamu, ini hanya sekedar pelega hatiku agar
aku tenang saat jauh ataupun dekat denganmu”.Kata Rano meyakinkan.
“Tentang
apa itu Ran?” Tanya Maria memasang wajah keheranan.
“Tentang
perasaanku yang sejak dulu sebenarnya aku menyimpan rasa padamu.Bukan maksudku
untuk memintamu menjadi kekasihku, karena ku tahu pasti jawabmu, tidak mau.
Bukankah begitu Ri. Aku sudah cukup lega dengan perasaanku.Aku hanya ingin kau
tahu bahwa aku peduli padamu, peduli atas apapun yang kamu lakukan.Yang ku
inginkan bukan sebuah jalinan kasih di antara kita, namun aku hanya ingin tahu
bagaimana dengan perasaanmu terhadapku”.
Dengan
gugup Maria tersenyum dan menjawab, “Terima kasih Ran atas keberanianmu
mengungkapkan isi hatimu, bukannya aku tidak mau merajut kasih denganmu Ran,
tapi aku rasa belum saatnya untuk hal itu. Masih banyak hal yang ingin ku
lakukan dengan kesendirianku.Sama sekali tak ada maksud untuk tidak
menghargaimu. Aku harap kamu bisa menerima apa yang telah ku utarakan.Untuk
perkara bagaimana perasaanku padamu, aku rasa tidak perlu ku beri tahu, suatu
saat nanti kamu akan mengerti”.
“Aku
sangat mengertimu Ri.Jika kita memang berjodoh maka tidak ada halangan yang
tidak bisa dikalahkan”.Ujar Rano menjawab.
“Akan
ku jaga hati ini dari sakit yang tak beralasan. Dari kebahagiaan yang tak
berarah, dan dari harapan yang akan menghancurkan jiwa. Akan ku jaga hati ini
untuk seseorang yang nantinya akan menanggung seluruh hidup dan matiku. Aku
harap kamu dapat menyimpulkan bagaimana perasaanku padamu, dari kata-kataku
ini”.
“Pasti”.Dengan
mantap menjawab.
Maria
dihampiri keraguan yang membuatnya semakin asyik dalam kesendirian.
Selang beberapa tahun setelah Maria
dan Rano sama-sama menempuh kuliah di universitas yang berbeda, kini pun
berbuntut dengan konfirmasi peristiwa awal.Pada suatu kesempatan mereka
dipertemukan kembali dalam acara reuni SMP.Rano menghampiri Maria yang tengah duduk
sendirian.
“Ri,
bagaimana keadaanmu, lama tak jumpa?”
“Alhamdulillah
Allah masih memberi ku kehidupan, bagaimana denganmu Ran” jawab Maria.
“Aku
sama dengan mu Ri. Bagaimana dengan pernyataanku dulu, masihkah kau ingat?”
tanya Rano memperjelas.
“Akan selalu ku ingat
hal itu. Harus ku akui, sejak dulu aku sudah membuka hati untukmu, namun aku
harus menjaga itu sebelum waktunya datang, karena
penyesalan
akan datang di akhir nanti. Dan sekarang aku rasa sudah waktunya kita untuk
mulai saling mengenal satu sama lain. Sekarang kita sudah sama-sama mengerti.Bagaimana
hal yang seharusnya dilakukan dalam suatu perkara.Meskipun begitu aku membebaskan
hatimu untuk mengisi hatiku, tapi tentunya ada batasan”.Balas Maria.
“Kehadiranmu
disampingku saat jauh dariku, bukanlah keharusan utama, tetapi yang terpenting
adalah kesediaanmu untuk menjaga hatimu untukku”.Balas Rano sambil tersenyum.
“Baiklah
kita tunggu saja tanggal mainnya nanti”. Ujar Maria.
“Aku akan
selalu siap kapanpun kau mau”.
Dengan hati lega karena dapat
menyelesaikan satu hal dengan indahtanpa harus menyakiti yang lain.Ayah, Ibu,
salahkah aku jika harus memutuskan hal seperti ini. Semoga kalian dapat
mengerti apa yang aku pilih.Maria pun menceritakan dengan runtut kisahnya pada
kedua orang tuanya.
“Maria,
jika memang telah tiba saatnya untuk merasakan hal itu, maka lakukanlah.Ayah
dan Ibu akan mendukungmu”. Respon Ayah atas pernyataan Maria.
“Ibu
juga mendukungmu dengan penuhkepercayaan, jika memang sudah dirasa cukup,
teruskanlah Ri”.
“Terima kasih Ayah, Ibu, aku sangat bersyukur
memiliki orang tua seperti Ayah dan Ibu.”.dengan mata berkaca-kaca Maria balas
menjawab.
Maria beranjak ke kamarnya.Dengan
hati riang dan wajah cerah Maria mengisi setiap langkah menuju kamarnya dengan
senyum.
“Terima
kasih Tuhan, Engkau telah memberikan nikmat begitu besar.Tanpa rasa sakit yang
Engkau beri, maka jauh dari orang-orang yang salah itu mungkin sulit. Sekarang
aku memahami, bahwa dengan selalu sabar menaati dan menjalani setiap ketentuan
dari kedua orang tua, pada akhirnya akan menjadikan kenikmatan tersendiri pada
setiap ujung ceritanya. Semoga dengan keputusan ini takkan ada hati-hati yang
merasa tidak tenang ataupun tersakiti. Derajat kebahagiaan yang tinggi
sesungguhnya saat kita melihat orang tua kita meneteskan air matanya bukan
karena terluka oleh kita, tapi justru karena kita menjadi alasan kebahagiaan
mereka”. Kata Maria yang tengah berbahagia dengan kisah hidupnya.
===== end
=====
0 Response to "It’s Me"
Post a Comment